Struktur sosial dipahami sebagai suatu bangunan sosial yang
terdiri dari berbagai unsur pembentuk masyarakat. Unsur-unsur tersebut saling
berhubungan satu dengan yang lain dan fungsional. Artinya kalau terjadi
perubahan salah satu unsur, unsur yang lain akan mengalami perubahan juga.
Unsur pembentuk masyarakat dapat berupa manusia atau individu yang ada sebagai
anggota masyarakat, tempat tinggal atau suatu lingkungan kawasan yang menjadi
tempat dimana masyarakat itu berada dan juga kebudayaan serta nilai dan norma
yang mengatur kehidupan bersama tersebut.
Tiap unsur tersebut akan membentuk sistem atau pola
hubungan yang menjadi roh dari struktur tersebut sekaligus menunjukan dinamika
sosial yang terjadi didalamnya. Hubungan antar individu menghasilakan pola-pola
hubungan yang ada, dalam bentuk status dan peran masing-masing. Hubungan
anatara individu dan kelompok akan memunculkan proses sosialisasi dan juga pola
interaksi yang ada. Sementara hubungan antara manusia dengan lingkungannya akan
menimbulkan kebudayaan baik yang bersifat material maupun kebudayaan material.
Pola hubungan-hubungan yang terjdi dari berbagai unsure kehidupan masyarakat
ini akan menjadi ciri dari masyarakat mereka sendiri yang mungkin berbeda
dengan masyarakat lainnya.
Koentjaraningrat ( 1983:175) menjelaskan bahwa struktur
sosial adalah kerangka yang dapat menggambarakan kaitan berbagai unsur dalam
masyarakat. Sementara itu Soeleman B, Taneko (1983:12) menjelaskan bahwa
struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok
yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial
serta lapisan-lapisan sosial.
Jika struktur sosial diibaratkan sebagai sebuah gedung
bertingkat tiga, dan atap gedung tersebut adalah kebudayaan masyarakatnya, maka
atap tersebut tidak saja sebagai atap bangunan gedung paling atas, melainkan
juga atap bagi lantai dua dan laintai satu juga. Bangunan sosial ini dapat
kokoh berdiri karena adanya pola hubungan sosial yang terjadi di dalamnya. Pola
tersebut adalah hubungan individu dengan individu, hubungan individu dengan
kelompok dan hubungan kelompok dengan kelompok yang ada. Pola hubungan ini akan
berlangsung di bawah norma dan nilai yang mereka sepakati bersama. Misalnya
dalam bangunan gedung di atas, pintu dan jendela memiliki fungsi yang berbeda,
pintu dan jendela sebagai norma yang mengatur perilaku penghuninya. Jika dia
memasuki ruangan tertentu dalam gedung tersebut mereka akan menggunakan pintu
sebagai jalan mereka memasuki ruangan dan bukan melalui jendela, walaupun
jendela dekat dengan posisi berdiri seseorang yang akan memasuki ruangan.dan
mereka bisa memasuki ruangan melalui jendela, akan tetapi hal ini tidak lazim
atau tidak sesuai dengan peraturan atau nilai dan norma yang ada dalam
masyarakat.
Demensi Struktural ada dua macam yaitu demensi vertical dan
demensi horizontal. Demensi vertical akan melihat masyarakat secara bertingkat.
Jika itu bangunan gedung di atas adalah tembok dengan lantai-lantainya dengan
tangga sebagai penghubung antara lantai yang ada. Sebagai kenyataan sosial
demensi vertical akan nampak pada stratifikasi sosial, kelas sosial dan status
sosial dalam masyarakat. Apakah seseorang berada pada lapisan atas, menengah
atau bawah dan apakan dia termasuk pada orang yang berada dikelas atas,
menengah atau bawah adalah wujud dari demensi struktur sosial secara vertical.
Demensi horizontal biasa disebut sebagai deferensisasi atau
ketidaksamaan sosial; yaitu suatu pembedaan sosial secara horizontal dalam arti
perbedaan-perbedaan tersebut tidak mengandung perbedaan secara bertingkat,
melainkan berbeda saja satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut walaupun
dikatakan tidak mengandung unsur perbedaan secara vertical, namun dalam
masyarakat sering muncul penilaian yang memandang perbedaan tersebut dengan
demensi vertical.
Misalnya pekerjaan, adalah bermacam-macam dan pada
hakekatnya pekerjaan di dasarkan kepada nilai kemanusiaan yang sama yaitu
bekerja untuk pemenuhan nafkah bagi diri dan keluarga. Jenis pekerjaan yang ada
dapat berbeda, tetapi hakekatnya adalah sama dalam memenuhi nilai kemanusiaan
tersebut. Timbul demensi vertical manakala orang membandingkan pekerjaaan
tersebut dari beberapa aspek, seperti penghasilanya yang diperoleh, sifat
pekerjaannya kasar atau halus; membutuhkan banyak tenaga atau banyak pikiran.
Pandangan demikian akan menyebabkan pekerjaan sebagai unsure deferensiasi
social memiliki demensi vertical. Contoh pekerjaaan sebagai Pegawai Negeri Sipil
akan lebih dihargai dari pada pekerjaan sebagai petani ddemikian juga pekerjaan
yang sama misalnya pegawai negeri akan dibedakan berdasarkan jabatan yang
dimiliki. Misalnya staff akan berbeda penghargaanya dengan kepala bangunan.
http://blog.unila.ac.id/rone/mata-kuliah/struktur-sosial/